Pada suatu masa saat pulau Andalas dipimpin oleh Sultan Alam,
datanglah raja dari Negeri Penyu bernama Si Meulu, menjumpai Sultan
Alam, “Sultan Alam yang perkasa, hamba datang ke isatana tuan untuk
mengadukan permasalahan yang sedang kami hadapi”, jelas Raja penyu Si
Meulu dengan air mata berlinang.
“Wahai Raja Penyu sahabatku sampaikanlah apa yang menyebabkan engkau gelisah dan bersedih“, pinta Sultan Alam.
“Negeri hamba, pulau penyu, sudah tidak aman lagi, seekor naga
raksasa bernama Smong telah menyerang dan membunuh rakyat hamba, setiap
hari ada korban yang jatuh, sebagian rakyat hamba sudah mengungsi
kepenjuru dunia karena khawatir akan dimangsa oleh Smong si naga raksasa
itu”, jelas Raja Penyu sambil menangis.
Sultan Alam terpukul mendengar penderitaan rakyat dari kerajaan
penyu, beliau sangat sedih atas kejadian tersebut. “ Sahabatku, aku akan
membantu Kerajaan Penyu mengusir naga Smong tersebut”, janji Sultan
Alam dengan suara bergetar.
Tak lama kemudian Sultan Alam mengumpulkan para menteri dan panglima
kesultanan Alam dan menceritakan penderitaan Raja penyu Si Meulu dan
rakyatnya di negeri Penyu. Maka berdirilah seorang Panglima Laot dan
berkata,” Padukan Sultan Alam Perkasa nan bijaksana, izinkan hamba
berbicara”.
“Silahkan Panglima Laot,” Sultan mempersilahkan.
“Sudah banyak laporan dari kapal dagang dan nelayan-nelayan dari
Barus bahwasanya mereka melihat makhluk raksasa dari kejauhan saat
belayar, makhluk itu bila bergerak menyebabkan gelombang yang tinggi”,
Jelas Panglima Laot.
“Bagaimana cara kita mengusir makhluk tersebut Pang Laot?”, Tanya Sultan Alam.
“Hamba sudah berdiskusi dengan laksamana-laksaman angkatan laut kita,
mereka semua ngeri mendekati perairan negeri Raja penyu Si Meulu,
beberapa nelayan telah melihat banyak penyu melarikan diri dari pulau
itu dengan tergesa-gesa”, tambah Panglima Laot.
Tiba-tiba seorang pangeran dari Negeri Barus berdiri, ”Yang Mulia
Sultan Alam yang Perkasa, raja dari raja-raja negeri Andalas, izinkan
hamba pangeran dari Barus berbicara mewakili Ayahanda hamba”.
“Silahkan Ananda, putra raja dari negeri Barus”, Sultan mempersilahkan.
“Kalau Paduka berkenan, saya mengenal seorang bocah, putra dari
seorang Laksamana di Negeri hamba, ayahandanya telah lama hilang di
laut, konon bocah tersebut telah mengelilingi seluruh samudra untuk
mencari Ayahandanya namun belum berhasil menemukannya. Dia menguasai
lautan lebih dari siapapun, kami menyebutnya Nabang si penunggang paus”,
Jelas Pangeran dari Barus.
“Namun hamba tidak tahu dimana keberadaan bocah tersebut saat ini,
karena dia hidupnya di laut dan selalu berpindah-pindah”, tambah
Pangeran dari Barus.
“Lalu bagaimana kita mengenalinya?”, Tanya Sultan Alam.
“Apabila kita mendengar suara seruling yang sangat merdu namun
menyayat hati penuh kesedihan, itu tandanya bocah tersebut ada di
sekitar daerah tersebut”, jelas Pangeran dari Barus.
Sultan Alam terkesima mendengar cerita tersebut dan segera setelah pertemuan selesai Sultan memanggil Sahabatnya si Elang Raja.
“Elang Raja terbanglah engkau, carilah seorang bocah bernama Nabang
si penunggang paus, saya ingin bertemu dengannya”, perintah Sultan
kepada Elang Raja.
Maka terbanglah si Elang Raja menunaikan perintah sang Sultan.
Keesokan harinya saat matahari mulai terbit di depan Istana Alam berdiri
seorang bocah kurus berperawakan tinggi dengan seruling yang
menggelantung di dadanya.
“Hamba diminta menghadap Sultan Alam yang Perkasa, raja dari
raja-raja Negeri Andalas”, Jelas seorang bocah tersebut kepada pengawal
Istana.
Kemudian pengawal istana membawa bocah tersebut kedalam istana untuk
menghadap sang Sultan yang semalaman tidak bisa tidur memikirkan
malapetaka yang menimpa sahabatnya raja penyu.
“Engkaukah Nabang si penunggang paus?”, tanya Sultan penasaran.
“Benar tuanku, hamba bernama Nabang yang paduka maksud”, jawab bocah itu.
“Nyanyikanlah sebuah lagu untukku”, pinta Sultan.
“Hamba hanya menyanyikan lagu kesedihan Paduka Tuannku”, tambah Nambang.
“Ya, saya ingin mendengarkannya”, pinta Sultan Alam.
Kemudian bocah tersebut mulai meniup serulingnya, Sultan dan
orang-orang di istana yang mendengar alunan seruling tersebut seketika
mengalirkan air mata merasakan kesedihan yang mendalam dari alunan
seruling tersebut. Setelah selesai mengalunkan sebuah lagu dengan
serulingnya bocah tersebut bertanya, ”Tuangku Sultan Alam yang Perkasa,
raja dari raja-raja negeri Andalas, apakah yang paduka inginkan dari
hamba sehingga paduka meminta hamba menghadap paduka?”
“Ananda Nabang si penunggang paus, sahabat saya Raja Si Meulu, Raja
penyu dari Negeri Penyu, telah datang menceritakan malapetakan yang
mereka alami, seekor naga raksasa bernama Smong telah menyerang pulau
mereka, naga Smong tersebut memangsang penyu-penyu tersebut”, terang
Sultan Alam.
Nabang si penunggan paus mendengar dengan seksama.
“Tiada laksamana kesultanan yang berani menghadapinya, saya ingin
mengangkat seorang laksaman untuk menghadapi naga Smong tersebut,
seorang putra dari laksaman pemberani dari negeri Barus, Nabang si
penunggang paus”, Sultan menjelaskan maksudnya.
“Sebuah kapal besar lengkap dengan peralatan perang dan pasukan
angkatan laut pilihan sudah kami siapkan untuk Ananda laksamana”, jelas
panglima perang kesultanan Alam.
Nabang si penunggang paus masih terkesima tidak terucap sepatah
katapun, hingga akhirnya dia tersedar dan berkata, ”Sultan Alam yang
perkasa, tiada makhluk yang mampu mengalahkan naga Smong tersebut, hamba
tidak perlu kapal dan pasukan karena akan sia-sia, biarlah hamba pergi
sendiri menjalankan perintah tuanku”.
Setalah memberi penghormatan kepada Sultan Alam, Nabang si penunggang
paus pergi meninggalkan istana menuju pantai sambil meniup seruling
dengan alunan kesedihan.
Keesokan harinya terjadilah perkelahian yang dasyat di samudra dekat
pula penyu, negerinya Raja penyu Si Meulu, seorang bocah yang
menunggangi ikan paus raksasa bertarung melawan naga raksasa. Beberapa
kali bocah tersebut terlempar dari punggung ikan paus yang terpukul oleh
ekor naga dan juga beberapa kali naga terjerebah ke dasar samudra
terkena serudukan ikan paus. Pertarungan yang dasyat tersebut sepertinya
akan dimenangkan oleh naga Smong, ikan paus sahabat si Nabang sudah
terhuyung-huyuh dan jatuh kedasar samudra sedangkan naga smong terus
menyerangnya. Saat melihat sahabatnya jatuh kedalam samudra, si Nabang
mengambil serulingnya dan meniupkan alunan sedih, tanpa diduga naga yang
mendengar alunan seruling tersebut menjadi tenang dan berhenti
menyerang ikan paus dan tak lama kemudian tertidur pulas, setiap
seruling itu berhenti mengalun naga Smong tersebut akan terbangun, maka
ditiup lagi seruling itu oleh si Nabang. Kemudian ikan paus sahabat si
Nabang mendorong naga Smong yang tertidur itu kedasar samudra dan
mengurungnya didalam celah didasar samudra.
Keesokan harinya, Elang Raja datang menemui Sultan Alam, “Tuanku
Sultan Alam, hamba membawa pesan dari laksamana Nabang si penunggang
paus, bahwa dia sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah mengurung Smong
si naga raksasa tersebut di dasar samudra,”
Sultan Alam gembira sekali mendengar berita dari Elang Raja.
“Paduka Tuanku, laksaman Nabang si penunggan paus, juga meminta
kepada Tuanku Sultan Alam menyampaikan kepada rakyat seluruh negeri
Andalas apabila suatu hari nanti naga raksasa tersebut terbangun, dia
akan mengamuk sehingga bumi bergoncang kuat maka mintalah rakyat untuk
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, naga Smong akan menghisap air
laut hingga surut lalu dia akan menghamburkannya sehingga air laut
bergelombang tinggi akan menyapu daratan. Kemudian naga Smong akan
tertidur lagi untuk mengumpulkan tenanganya dan akan terbangun lagi
untuk menggoyang dasar samudra tempat dia dikurung”, Jelas Elang Raja.
Maka sejak itu Nabang si penunggang paus menetap di pulau penyu
bersama Raja penyu Si Meulu dan rakyatnya, menjaga pulau tersebut dari
amukan gelombang raksasa yang sekali-sekali menyerang pulau Si Meulu.
Apabila terjadi gempa besar dan air laut surut maka orang-orang
dipulau Simeulu akan berteriak SMONG!, SMONG!, SMONG!, untuk
mengingatkan orang-orang akan datangnya gelombang tinggi dari laut
(tsunami).