kebudayaan sumatera barat
Rumah adat
Sumatera Barat
Rumah Gadang
merupakan Rumah adat yang berasal dari Sumatera Barat, berasal dari suku
Minangkabau. Rumah adat ini biasanya didirikan diatas tanah milik keluarga
induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun.
Bentuk Rumah
Gadang ini empat persegi panjang dan terbagi atas dua bagian yaitu muka dan
belakang, Rumah Gadang terbuat dari bahan kayu, dan kalu di lihat sekilas
hampir menyerupai rumah panggung. Salah satu kekhasan dari rumah adat ini dalam
proses pembuatannya adalah tidak memakai paku besi tapi hanya menggunakan pasak
yang terbuat dari bahan kayu.
Seni Tari
Sumatera Barat
Seni tari
tradisional yang berasal dari Sumatera Barat biasanya berasal dari adat budaya
suku Minangkabau serta etnis Mentawai. Seni tari dari Minangkabau umumnya
sangat dipengaruhi oleh agama Islam. Terdapat beberapa tarian daerah seperti
Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang.
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa
daerah yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti
dialek Bukittinggi, dialekPariaman,
dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh.
Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera
Utara, dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek
Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai digunakanBahasa
Mentawaisuntin
Islam adalah agama mayoritas yang
dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya
adalah orang Minangkabau. Selain itu ada juga yang
beragama Kristen terutama
di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar
0,26%, dan Hindu sekitar
0,01%, yang dianut oleh penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang
dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat didominasi oleh masjid dan musala. Masjid
terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang
saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid tertua
di antaranya adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao dikabupaten
Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid
maupun musala. Seperti masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki bangunan
berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi,
dan tidak memiliki kubah. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri
dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung seperti Masjid Tuo Kayu Jao.
Mayoritas
penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam
pula suku Batak dan suku Mandailing.Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di
Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat
etnis Tionghoa, Tamil dan suku Niasdan di beberapa daerah transmigrasi seperti di (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa. Sebagian diantaranya adalah keturunan imigran
berdarah Jawa dari Suriname yang
memilih kembali ke Indonesia pada masa akhir tahun 1950an. Oleh Presiden Soekarno saat itu diputuskan mereka ditempatkan di sekitar
daerah Sitiung. Hal ini juga tidak lepas dari aspek politik pemerintah pusat
pasca rekapitulasi PRRI diProvinsi Sumatera Barat yang juga baru dibentuk saat itu.
Rumah Gadang
merupakan Rumah adat yang berasal dari Sumatera Barat, berasal dari suku
Minangkabau. Rumah adat ini biasanya didirikan diatas tanah milik keluarga
induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun.
Bentuk Rumah
Gadang ini empat persegi panjang dan terbagi atas dua bagian yaitu muka dan
belakang, Rumah Gadang terbuat dari bahan kayu, dan kalu di lihat sekilas
hampir menyerupai rumah panggung. Salah satu kekhasan dari rumah adat ini dalam
proses pembuatannya adalah tidak memakai paku besi tapi hanya menggunakan pasak
yang terbuat dari bahan kayu.
Seni Tari
Sumatera Barat
Seni tari
tradisional yang berasal dari Sumatera Barat biasanya berasal dari adat budaya
suku Minangkabau serta etnis Mentawai. Seni tari dari Minangkabau umumnya
sangat dipengaruhi oleh agama Islam. Terdapat beberapa tarian daerah seperti
Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang.
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa
daerah yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti
dialek Bukittinggi, dialekPariaman,
dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh.
Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera
Utara, dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek
Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai digunakanBahasa
Mentawaisuntin
Islam adalah agama mayoritas yang
dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya
adalah orang Minangkabau. Selain itu ada juga yang
beragama Kristen terutama
di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar
0,26%, dan Hindu sekitar
0,01%, yang dianut oleh penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang
dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat didominasi oleh masjid dan musala. Masjid
terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang
saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid tertua
di antaranya adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao dikabupaten
Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid
maupun musala. Seperti masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki bangunan
berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi,
dan tidak memiliki kubah. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri
dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung seperti Masjid Tuo Kayu Jao.
Mayoritas
penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam
pula suku Batak dan suku Mandailing.Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di
Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat
etnis Tionghoa, Tamil dan suku Niasdan di beberapa daerah transmigrasi seperti di (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa. Sebagian diantaranya adalah keturunan imigran
berdarah Jawa dari Suriname yang
memilih kembali ke Indonesia pada masa akhir tahun 1950an. Oleh Presiden Soekarno saat itu diputuskan mereka ditempatkan di sekitar
daerah Sitiung. Hal ini juga tidak lepas dari aspek politik pemerintah pusat
pasca rekapitulasi PRRI diProvinsi Sumatera Barat yang juga baru dibentuk saat itu.