Bebat adalah sejenis keladi. Untuk pastinya lihat saja gambar di atas. Batang bebat menyerupai talas, tetapi tidak mempunyai umbi, dan pertumbuhannya tidak sebesar talas. Bebat umumnya tumbuh di tanah yang basah, di rawa-rawa, di pinggir sungai, di tempat-tempat yang tanahnya gembur. Ciri khas dari tumbuhan ini adalah daunnya yang tidak basah terkena air dan batangnya berwarna agak putih.
Daun bebat atau keladi ini merupakan salah satu bahan sayuran yang biasa dijadikan masakan oleh masyarakat
Krui, pesisir barat, baik dimasak sebagai gulai, yang dikenal sebagai
gulai bebat, bisa juga dibuat sejenis pepesan yang dikenal sebagai
Pandap/
Babutuk.
Gulai bebat dibuat dari daun bebat yang masih kuncup (lihat gambar dibawah), sedangkan
pandap/babutuk terbuat dari daun bebat yang masih muda yang sudah mekar. Daun bebat yang masih kuncup bertekstur lembut sehingga mudah hancur atau robek, Itulah sebabnya daun bebat yang digulai hancur lebur menyerupai bubur, tidak lagi berbentuk daun.
Untuk membuat gulai bebat diperlukan bumbu-bumbu seperti
kunyit (porsinya lebih banyak ini gunanya untuk menghilangkan rasa Gatal atau
Mekhidek ketika dimakan, bisa juga ditambah beberapa biji pinang (
buah), cabe
(uyah/sia lalak), garam
(uyah/sia buku), dan bumbu dapur
(Babukha) lainnya , kemudian dimasak selama berjam-jam bahkan terkadang lebih dari setengah hari lamanya, dibiarkan Mendidih dengan api yang terus membara hingga daun bebat hancur menjadi seperti bubur
, kemudian terakhir diberi santan kelapa (
Taboh Katok) untuk membuat kuahnya dan biarkan sampai matang.
Gulai bebat akan lebih enak bila dicampur dengan daun pakis (
Paku) dan petai (
Petakh tuha), dan dibubuhi (
tikhancah) ikan kering (
iwa nyangu). Gulai bebat bisa tahan dua hingga tiga hari asal dipanaskan dengan baik, dan cenderung semakin lama semakin enak terasa. Sebagian orang mengatakan gulai bebat yang dipanaskan kembali terasa lebih sedap.
________________________________________________________________________________
Sedangkan daun bebat yang sudah mekar bila dimasak akan menjadi agak kenyal dan tidak mudah robek, inilah yang biasa dibuat
Pandap/babutuk, dengan ditambahkan parutan kelapa dan bumbu rempah-rempah (
Babukha), dan ikan yang dihaluskan sebagai pelengkap yang ada ditengah-tengahnya.
Pandap/babutuk adalah makanan/masakan khas tradisional Krui, Pesisir Barat, dan Bengkulu, yang berakar sejak jaman nenek moyang, purbakala. Namun kini
Pandap/babutuk mulai meredup, mulai tidak popular lagi, kalah bersaing dengan makanan-makanan modern yang banyak dijual di restoran dan mini market. Kalau dahulu banyak penjaja
Pandap/babutuk keliling setiap hari, kini sudah jarang. Makanan ini sekarang sudah agak sulit dicari, kendati belum tergolong langka. Jangan berharap Anda akan menemui makanan ini di restoran atau di warung-warung makan di Krui.
Pandap/babutuk adalah makanan penyerta nasi atau dianggap sebagai bagian dari lauk-pauk. Namun oleh sebagian orang, kadang-kadang makanan ini juga disantap dengan sendirinya, tanpa nasi. Bagi yang suka, menyantap makanan ini tanpa nasi memberi sensasi rasa yang lebih tajam di lidah.
Cara membuatnya cukup sederhana: parutan kelapa yang sudah diberi bumbu dan potongan ikan, dibungkus dengan beberapa lembar daun bebat (5 sampai 10 lembar), kemudian dibungkus (
Tisimpok) dengan beberapa lapis daun pisang (
Bulungni Punti), dan diikat dengan tali serat rami, kemudian direbus selama berjam-jam sampai matang.
Catatan:
Bagi yang tidak bisa memasaknya atau belum ahli jangan coba-coba karena akan menimbulkan rasa gatal di tenggorokan ketika dimakan..